Selasa, 05 Mei 2009

Sastra dan Masyarakat

tittle

Sastra dan Masyarakat

Sastra adalah institussi social yang memakai medium bahasa. Teknik-teknik sastra tradisional seperti simbolisme dan matra bersifat sosial karena merupakan konvensi dan norma masyarakat. Lagi pua sastra “menyajikan kehidupn” dan “kehidupan” sebagaian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga “meniru” alam dan duia subjektif manusia. (Renne Wellek, dkk., Teori kesusastraan, 1990; 109).

Penyair adalah warga masyarakat yang memiliki status khusus. Penyair mendapat pengakuan dan penghargaan masyarakat dan mempunyai massa walaupun hanya secara teoritis.

De Bonald menyatakan bahwa sastra adalah ungkpana perasaan masyarakat. (literature is an expression of society). (Renne Wellek, dkk., Teori kesusastraan, 1990; 110). Sastra mencerminkan dan mengekspresikan hidup. Pengarang tidak bisa tidak mengekspresikan pengalaman dan pandangannya tentang hidup.

Secara deskriptif keterkaitan sastra dan masyarakat dapat kita pilah sebagai berikut;
Pertama, adalah sosioloi pengarang, profesi pengarang, dan institusi sastra. Masalah disini adalah dasar ekonomi produsi sastra, latar belakang sosial, status pengarangn dan ideologi pengarang yng terlihat dari berbagai kegiatan pegnarang di lur karya sastra.
Kedua, adalah isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri dan yang berkaitan dengan masalah sosial. Yang terakhir adalah permasalahan pembaca dan dammapak sosial karya sastra. Sejauh mana sastra ditentukan atau tergantung dari latar sosial, perubahan dan perkembangan sosial, adalah pertanyaan yang termasuk dalam ketiga jenis permasalahan diatas: sosiologi pengarang, isis karya sastra yang bersifat sosial, dan damapak sastra terhadapa masyarakat. (Renne Wellek, dkk., Teori kesusastraan, 1990; 111-112).

Karena setiap pengarang adalah warga masyarakat, ia dapat dipelajari sebagai makhluk sosial. Biografi pengarang adalah sumber utama, tetapi studi ini juga dapat meluas ke lingkungan atau mmilieu tempat pengarang tinggal dan berasal. Kita dapat mengumpulkan informasi latar belakang sosial, latar belakang keluarga, dan posisi ekonomi pengarang. (Renne Wellek, dkk., Teori kesusastraan, 1990; 112).

Latar belakang sosial ternyata tidak selalu terefleksikan dalam karya pengerangnya. Contoh dari kasus ini adalah Shelley, Carlyle, dan Tolstoy merupakan “pembelot” terhadap kelas asal mereka. Lebih lanjut lagi banyak puisi istana (Court poetry) yang ditulis oleh orang-orang dari kelas rendah yang menganut ideologi dan selera para pelindung atau patron mereka. (Renne Wellek, dkk., Teori kesusastraan, 1990; 113).

Keterlibatan sosial, sikap, dan ideologi pengarang dapat dipelajari tidak hanya mealui karya-karya mereka, tetapi dari dokumen biografi. Pengarang adalah seorang warga masyarakat yang tentunya mempunyai pendapat tentang masalah-masalah politik dan sosial yang penting, serta mengikuti isyu-isyu jamannya. (Renne Wellek, dkk., Teori kesusastraan, 1990; 114).

Jika disususn secara sistematis, masalah asal, keterlibatan, dan ideologi sosial akan mengarah pada sosiologi pengarang sebagai tipe, atau sebagai suatu tipe pada waktu dan temapt tertentu. Kita dapat membedakan pengarang menurut kadar integrasi mereka dalam proses sosial. Pada karya-karya pop kadar ini tinggi, akan tetapi pada karya-karya yang beraliran bohemianisme, karya poete maudit, dan karya pengarang yang menekankan kebebasan berkreasi, kadar ini kecil, bahkan mungkin tercipta “distansi sosial” yang ekstrim. (Renne Wellek, dkk., Teori kesusastraan, 1990; 114).

Jadi studi dasar ekonomi sastra dan status sosial pengarang mau tak mau harus memperhitungkan pembaca yang menjadi sasaran pengarang dan menjadi sumber rezeki. Bangsawan adalah pelindung seni merangkap pembaca yang cerewet. Biasanya mereka tidak hanya minta dipuja dalam karya kelasnya, tetapi juga menuntutkepatuhan pengarang pada konvensi kelasnya. (Renne Wellek, dkk., Teori kesusastraan, 1990; 117).

Meskipun banyak bukti dikumpulkan, jarang ditarik kesimpulan mengenai hubungan yang pasti antara produksi ssastra dengan dasar ekonomi, atau mengai pengaruh yang apsti dari publik terhadap sastrawan. Sastrawan tetnunya tidak tergantunya mening sepnuhnya atau menuruti secara pasif selera pelindung atau publik. (Renne Wellek, dkk., Teori kesusastraan, 1990; 120).

Sastra dipengaruhi dan mempengaruhi masyarakat; seni tidak hanya meniru kehidupan, tetapi juga membentuknya. Banyak orang meniru gaya hidup tokoh-tokoh dunia rekaan. (Renne Wellek, dkk., Teori kesusastraan, 1990; 120).

Kohn-Branstedt menyatakan:
“Hanya seseorang yang mempunyai pengetahuan tentang struktur sebuah masyarakat dari sumber lain di luar sastra, yang dapat menyelidiki, apakah, dan sejauh mana, tipe sosial tertentu dan perilaku direproduksikan di dalam novel. (Renne Wellek, dkk., Teori kesusastraan, 1990; 124).

Para pahlawan, tokoh jahat dan wanita petualang dari dunia rekaan sering merupakan indikasi adanya sikap sosial yang serupa dengan sifat-sifat tokoh tersebut pada masyarakat jamannya. Penelitian mengenai sikap sosial seperti ini mengarah pada sejarah etika dan norma kegamaan. (Renne Wellek, dkk., Teori kesusastraan, 1990; 124).

Rasanya kita tidak mungkin menerima teori yang menunjuk pada satu aktivitas manusia saja sebagai “penggerak” dari semua aktivitas lainnya. Teori Taine, misalnya, menjelaskan bagaimana proses kreasi digerakkan oleh faktor sosial, iklim, dan biologi. Teori Hegel dan pengikut-pengikutnya mengagas “spirit” adalah faktor tungggal dalam sejarah. Sedangkan Marz menjelaskan segala sesuatu dari alat produksi. Padahal sejak awal Abad Pertengahan sampai bangkitnya kapitalisme, perubahan tetknologi tidak sehebat transformasi budaya dan sastra. (Renne Wellek, dkk., Teori kesusastraan, 1990; 127).





Tidak ada komentar:

Posting Komentar