Selasa, 05 Mei 2009

Sastra dalam ketegangan antara tradisi dengan pembaharuan

tittle

Sastra dalam ketegangan antara tradisi dengan pembaharuan
A. Teeuw, Membaca dan Manilai Sastra, PT Gramedia, Jakarta, 1983.

Ilmu bahasa dan ilmu sastra
Para ahli makin jelas keinsafannya bahwa sastra umumnya dan puisi khususnya adalah semacam penggunaan bahasa dan bahwa penjelmaan bahasa yang khas ini tidak mungkin kita pahmi dengan sebaik-baiknya tanpa pengertian, konsepsi bahasa yang tepat. (A. Teeuw, 1983: 1)

Jakobson menyatakan bahwa “The set towards the message as such, focus on the MESSAGE for its own sake, is the POETIC function of language”. Istilah lain Mukarovsky, melalui Garvin menyatakan the function of poetic language consests in the maximum foregrounding of the utterance” (A. Teeuw, 1983: 1)

Sastra sama dengan bahasa, merupakan sebuah sistem yang kemampuannya menjadi syarat mutak untuk memahami dan mengarang karya sastra. (A. Teeuw, 1983: 1)

Sistem sastra menunjukan tiga aspek utama:
1. Externe strukturrelation (Plett, 1975: 122), sistem itu tidak otonom tetapi terikat pada sistem bahasa. Si penyair dalam penciptaanya paling tidak sebagian terikat pada sistem bahasa yang dipakainya, tidak hanya pada aspek bentuknya, tetapi pula pada sistem maknanya. Sejauh mana ada kelonggaran dan kebebasannya merupakan masalah yang menarik untuk diteliti, tetapi tidak mudah.
2. interne strukturrelation, sistem itu merupakan struktur intern, struktur dalam yang bagian dan lapisannya saling menentukan dan saling berkaitan. Sistem itu dapat disebut semacam tata sastra, “ a set of conventions for reading poetry”, menurut difinisi litarary competence;... the convention of thematic unity”(Culler: 1975: 115). Tetapi disamping itu ada konvensi yang hanya berlaku untuk kelompok karya tertentu, untuk genre tertetnu (untuk puisi, lihat Culler, Bab 8; untuk Roman, idem, Bab 9). Tata sajak, tata roman, tata drama dan lain-lain bukanlah sesuatu yang tetap, stabil,melainkan sesuatu yang selalu berubah dan bergeser. Tugas ilmuan sastra yang utama adalah mengupas sistem sastra itu, yakni menentukan konvensi sastra, baik yang paling umum, maupun yang lebih spesifik untuk jenis sastra masing-masing, dalam sebauha sistem yang bertingkat-tingkat sesuai dengan kenyataan sastra itu;
3. sistem sastra juga merupakan model dunia yang sekunder, yang sangat kompleks dan bersusun-susun; puisi romantis Inggris merupakan dunia rkeaan ayng khas, demikian pula drama klasik Yunani, puisi Pujangga baru, wayang jawa. Dunia makna rekaan (yang hubungannya dengan dunia nyata penting, tetapi rumit pula, dan tidak dapat disinggung disini) ikut menentukan ciptaan sastra baru, ikut menentukan pemahaman dan penilaian pembaca mengenai karya sastra individual.
Jadi sistem sastra kompetensi sastra (entah dilihat dari pihak pembaca atau pengarang) tak dapat tidak harus dikuasai oleh pembaca/pengarang, secara sadar ataupun tidak sadar, sedangkan si peneliti sastra harus berusaha untuk mengupas, menyingkapkan, mempertanggungjawabkan sistem itu.

Karya sastra
1. Tek sastra merupakan keseluruhan yang berhingga, yang tertutup, yang batasnya (awal dan kahirnya) diberikan dengan kebulatan makna. Malahan teks itu sendiri merupakan pandangan dunia yang koheren, bulat;
2. dalam tek sastra ungkapan itu sendiri penting, diberi makna, disemantiskan segala aspeknya; barang buangan dalam pemakaian bahasa sehari-hari, “sampai bahasa” (bunyi, irama, urutan kata dan lain-lain) yang dalam percakapan begitu dipakai begitu terbuang (asal komunikasi telah berhasil), dalam karya sastra tetap berfungsi, bermakna, malahan semuanya dimaknakan dan dipertahankan maknanya.
3. dalam menampilkan ungkapan itu (foregrounding of the utterance) karya sastra pada satu pihak terikat pada konvensi, tetapi dipihak lain ada kelonggaran dan kebebasan untuk mepermainkan konvensi itu, untuk memanfaatkannya secara individual, malahan untuk menentangnya walaupu dalam penentangan itu pun pengarang masih terikat. Pengarang terpaksa- demi nilai karyanya sebagai hasil seni- untuk menyimpang baik di tingkat pemakaian bahasa, maupun di tingkat penerapan konvensi sastra. Akibatnya sistem sastra itu tidak stabil, sangat berubah-ubah. Setiap angkatan sastrawan mengubah konvensi itu sambil mamkainya dan menentangnya.

Penyimpangan itu sering disebut defamiliarisasi atau deotomatisasi, istilah yang pertama-tamadipakai oleh ahli sastra rusia dari mazhabformalis, bernama Victor Shklovsky (Erlich, 1965) yang biasa, yang normal, yang otomatis dibuang, yang dipakai harus khas, aneh, menyimpang, luar biasa. Seniman sedunia telah menemui dan insaf akan efek baik dari kejutan, si pembaca sastra harus dan ingin dikejutkan. Pada segala lapisan dan aspek sistem sastra dan sistem bahasa tersedia atau disediakan alatuntuk menghasilkan efek itu. dan membaca adalah usaha untuk mengembalikan segala yang menimpang itu kepada yang jelas, yang terang yang dapat dipahami. Kegiatan si pembaca itu dalam istilah modern biasanya disebut. Recuperation, naturalization, vraisemlablisation (Culler, 1975:137). (A. Teeuw, 1983: 3-4).




1 komentar:

  1. Penjelasan tentang deotomatisasi dan kejutan saya tunggu. Bentuk-bentuk dan contoh-contohnya, serta penjelasan yang lebih lengkap.
    terima ksih postingannya.

    BalasHapus