Selasa, 31 Maret 2009

Moralitas Bagian Esensial

Moralitas Bagian Esensial

MEROSOTNYA suatu bangsa harus diakui lantaran bobroknya mentalitas serta moralitas komponen yang ada di dalamnya, seperti pejabat, penegak hukum, pengusaha, dan masyarakat. Oleh karena itulah, Acarya Shambhushivananda Avadhuta, seorang acarya (guru) dari India, menekankan moralitas sebagai bagian yang esensial dari pembinaan mental perlu ditanamkan sejak usia dini.

Mengutip pendapat Shrii PR Sarkar, sampai pada umur lima tahun, anak-anak membentuk pandangan kepribadian moralnya. Pengembangan etika meliputi banyak aspek, pengembangan sosial termasuk belajar saling memberi perhatian kepada orang lain, memupuk perasaan pengabdian, melayani makhluk lain dan belajar bagaimana menjadi orang yang lebih baik secara internal.

Para pendidik neohumanis, katanya, mengembangkan dan menjadi model sepuluh konsep etika moral yang universal. Sepuluh etika moral ini dibagi menjadi dua kelompok, yakni kontrol dalam hubungannya dengan objek atau kehidupan lain yang bersifat eksternal, seperti Panca Yama Beratha dan Panca Niyama Beratha.

Panca Yama Beratha: Ahimsa (tidak menyakiti), yakni tak menyakiti pihak lain secara sengaja baik dengan pikiran, perkataan maupun perbuatan; Satya (kebenaran yang mengandung kebajikan), berbicara dengan landasan untuk kesejahteraan orang lain; Asteya (tidak mencuri) yakni tidak mengambil dan tak berniat memiliki apa yang menjadi hak orang lain tanpa permisi; Brahmacarya (cinta kasih universal), dengan melihat dan mencintai kesadaran yang tak terbatas (Tuhan) dalam tiap perwujudan di sekeliling kita; dan Aparigraha (hidup sederhana), yakni dengan memetik hikmah hidup sederhana dan tak menumpuk kekayaan berlebihan.

Panca Niyama Beratha: Shaoca yakni menjaga kebersihan fisik dan mental; Santhosa, kedamaian, kesentosaan mental dengan menjaga pandangan positif; Tapah, memberikan pelayanan atau semangat pengabdian, mengembangkan semangat kebiasaan menolong kepada mereka yang memerlukan; Swadyaya, mengembangkan kegiatan belajar untuk mendapatkan inspirasi positif, mengembangkan kebiasaan membaca secara teratur, mendengarkan atau mendiskusikan hal-hal spiritual; dan Ishvara Pranidharna, pengembangan diri ke dalam introspeksi diri dan meditasi.

Di sekolah-sekolah neohumanis, kata Sambhushivanandha, pembinaan secara wajar dari prinsip-prinsip ini diterapkan kepada para murid melalui model (contoh) peran yang baik dan penghayatan secara intuitif dari guru. Pengajaran melalui cerita, permainan, lagu-lagu dan drama untuk anak-anak yang lebih tua juga melalui dilema moral dan permainan peran. Sementara penggunaan bahasa positif dan permainan peran membantu anak membangun disiplin kreativitas, serta penerapan tingkah laku yang positif. Di sekolah neohumanis, pembentukan karakter merupakan bagian penting dari pengembangan sosial dan spiritual anak didik. ''Praktik prinsip-prinsip etika universal merupakan bagian esensial dari proses pendidikan neohumanis.'' http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2000/12/14/F4.htm * Gde Budana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar